Sabtu, 18 Mei 2019

Globalisasi dan Modernisasi dalam Presfektif Islam Dalam Mewujudkan Pendidikan Islam di Era 4.0


Globalisasi dan Modernisasi dalam Presfektif Islam
Dalam Mewujudkan Pendidikan Islam di Era 4.0

Riki Subagja
Rikisubagja997@gmai.com
Sekolah Tinggi Agama Islam Siliwangi Bandung

Globalisasi dan Modernisasi dalam Presfektif Islam
     Islam merupakan Agama Universal, bahkan moderenisasi dalam islam tidak akan terbelengu oleh zaman asalkan tidak keluar dari kaidah-kaidah islam itu sendiri.
    Globalisasi dan Moderenisasi merupakan salah satu tantangan Bangsa Indonesia, khususnya penduduk Muslim ( Islam ) sebagai Agama mayoritas. Salah satu tantangan yang harus di hadapi menurut ketua dewan pertimbangan majelis ulama Indonesia Prof. Dr. KH. Muhammad Sirajudin Syamsuddin, MA “Islam adalah agama peradaban, agama kemajuan, agama modernisasi. Dan yang perlu di modernisasi itu adalah tentang pehaman kita mengenai agama yang boleh jadi belum mengikuti zaman atau peradaban” artinya pemahan keagama kita harus mampu mendorong kita memunculkan inovasi baru yang tidak keluar dari kaidah Islam.
    Globalisasi merupakan istilah baru dalam kamus bahasa. Artinya menyatukan dunia dalam  satu bingkai. Dari sinilah sebagian mereka menyebut istilah "Tata Dunia Baru",meskipun istilah Tata Dunia Baru ini memberi inspirasi pada suatu sistem politik tertentu. Hanya saja, istilah globalisasi memiliki muatan politik, ekonomi, sosial, pendidikan ,moralitas, tradisi dan kebudayaan, agama, dan sebagainya. Bahkan lebih dari itu semua, globalisasi melampaui batas batas politis dan geografis antar berbagai negara.
     Tata Dunia Baru adalah mempropagandakan upaya untuk melebur identitas semua agama di dunia, pola pikir, dan keyakinan masyarakat, agar menjadi kesepakatan bersama dimasyarakat yang  pikirannya diformat Barat, khususnya dalam dua aspek : ekonomi dan sosial. lnilah agama baru yang dipaksakan untuk dianut dunia seluruhnya. la merupakan skenario berbahaya yang akan menghapuskan identitas segala sesuatu yang ada di semua negara, yang akhlak, perilaku, pemikiran, komoditi, perdagangan, dan agama, semua sama.
     Ada upaya besar dan serius dari kalangan yang memelopori slogan ini untuk mengglobalkan segala sesuatu : ekonomi, investasi, perusahaan, hubungan dagang, pemikiran dan budaya, informasi dan transportasi, persoalan lingkungan dan iklim penyakit dan obat-obatan, globalisasi krisis ekonomi dan sosial, terorisme dan konflik politik. Yang lebih berbahaya dari semua itu adalah upaya untuk mengglobalkan agama Islam hingga dileburkan dengan Barat. Contoh mengenai globalisasi dan hak asasi manusia ada beberapa hal yang harus kita perhatikan berkaitan dengan isu HAM yang terus digelindingkan Amerika Serikat dansekutunya melalui globalisasi. Hal-hal tersebut sebagai berikut: 
Apa yang diklaim Barat sebagai aplikasi dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia adalah klaim dusta, batil, dan merupakan kamuflase belaka. Semua itu hanya klaim sepihak.  Aplikasi dan penghormatan terhadap HAM itu tidak jelas dan ambivalen terhadap diferensiasi ras, suku bangsa, wama kulit, dan agama. Misalnya, jika menyangkut umat Yahudi, maka seluruh hak asasi manusia - hak asasi Yahudi - dijaga dan dihormati dengan penuh. Bahkan cenderung sangat berlebihan dan tidak rasional. Misalnya pemenuhan permintaan Yahudi untuk melenyapkan keturunan Semit atau siapa pun yang ikut andil dalam proses kehancuran Yahudi dalam perang dunia, atau memiliki hubungan dengan Nazisme.
     Sementara ketika hak-hak asasi itu bersentuhan dengan penduduk dari negara-negara ketiga atau negara-negara berkembang. Iebih-Iebih jika penduduknya Muslim maka penegakan dan penghormatan terhadap HAM sama sekali tidak ada. Yang ada justru pelecehan dan pelanggaran terhadap HAM. Terhadap HAM seperti itu masih saja dianggap penegakan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.  Contohnya saja berbagai tragedi kemanusiaan yang dialami bangsa Palestina di antara sekian ban yak contoh klaim busuk dan "karnuflase retorika" yang di dengungkan Amerika dan sekutunya sebagai penghormatan dan penegakan hak asasi manusia. Demikianjuga, pengusiran penduduk Palestina dari tanah air mereka sendiri oleh Yahudi merupakan contoh jelas tentang pelanggaran terbesar terhadap HAM. Pelanggaran terhadap HAM yang dilakukan Yahudi terhadap bangsa Palestina telah berlangsung selama setengah abad lebih. Pelanggaran terhadap HAM serupa terjadi di Kashmir dan bangsa-bangsa lain.

Tragedi- tragedi semacam ini merupakan problematik yang dihadapi umat Islam. Dalam kubangan tragedi-tragedi tersebut, HAM lenyap dan diinjak-injak. Pelanggaran HAM serupa terjadi juga di Bosnia - Herzegovina - negara denganpenduduk Muslim di wilayah Balkan.  Dalam tragedi kemanusiaan di Bosnia telah terjadi pembantaian, pembunuhan, dan pemerkosaan terhadap HAM di depanmata dan telinga dunia. Namun tak ada satu bangsa pun - terutama AmerikaSerikat dan sekutunya-yang mempedulikan pelanggaran terhadap HAM yang dilakukan oleh Serbia. Bahkan mata dan telinga dunia  terutama Amerika Serikat dan sekutunya - seakan tidak melihat dan mendengar pelanggaran itu sama sekali. Andaipun mendengar dan melihat, mereka justru tidak memberikan dukungan atau minimal membiarkannya. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri tidak melakukan apa pun untuk menghentikan pelanggaran HAM tadi.
      Islam sudah datang 14 abad sebelumnya, membawa sistem yang sempurna dan komprehensif tentang HAM. Perhatian Islam terhadap HAM mencakup berbagai aspek; suatu perhatian yang belum pernah diberikan oleh siapa pun yangmengklaim diri sebagai pemerhati dan pendekat bagi penegakan HAM di duniaini. Bahkan perhatian dan penegakan Islam terhadap HAM merupakan sebuah keadilan, sebab tidak didasarkan pada berbagai konsiderasi diferensial manusia. Islam tidak membeda-bedakan wama kulit, bangsa, suku bangsa, agama, atau perbedaan apa pun. Dalam pandangan Islam, semua manusia sama. Sebagaimana kita ketahui, bahwa kehadiran hukum Islam untuk menjaga lima hal substansial, yakni:
a. jiwa,
b. harta,
c. agama,
d. akal, dan
e. kehorrnatan atau keturunan. 
Kelima hal itu telah mencakup totalitas HAM dan semuanya harus dijaga dan  dipelihara. Dalam kaitan ini kita tidak perlu mengatakan bahwa hukum danperundang-undangan Barat serta peradabannya tidak menjaga dan merneliharaakal, agama, dan kehormatan. Akal, agama, dan kehormatan cenderung dilecehkandan dihinakan. Selain itu, dalam sistem hukum, perundang-undangan, dan peradaban Barat tidak ada kaidah atau aturan yang mencegah orang dari mabuk mabukan,hal-hal yang membahayakan,perzinaan,murtad,dan sejenisnya.
Lalu "Adakah globalisasi dalam Islam?" Jawabannya adalah, "Ada." Dalam Islam ada globalisasi. Dikatakan demikian, sebab Islam sendiri sudah merupakan agama global dan universal. Ajakannya juga bersifat global. Tujuannya menghadirkan risalah peradaban Islam yang komprehensif, sempuma, dan menyeluruh, baik secara spirit, akhlak, maupun materi. Di dalamnya, aspek duniawidan ukhrawi saling melengkapi dan saling mengisi. Keduanya tidak bisa dipisahkan,sebab merupakan satu kesatuan utuh dan integral. Universalitas atau globalitas Islam menyeru semua manusia, tanpa memandang bangsa, suku bangsa, warnakulit, dan diferensiasi lainnya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran. 

Firman Allah Azza wa Jalla,
“Al-Quran itu hanyalah peringatan bagi seluruh alam.” (QS At-Takwir 81:27).

Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sudah menerapkan konsep globalisasi dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya ketika beliau mengirim para utusannya membawa surat-suat beliau kepada para raja dan pemimpin di berbagai negeri tetangga. Di antara para raja dan pemimpin itu adalah Raja Romawi dan Kisra Persia. Dengan demikian, ketika beliau wafat maka seluruh bangsa Arab sudah mampu meneruskan globalisasi yang telah dirintis Nabi Muhammad.  Harus dicamkan, bahwa gIobalisasi Islam berangkat dari kesatuan antara tataran konseptual dengan tataran aktual. Atau kesatuan antara kata danperbuatan. Apa yang dikatakan itulah yang dikerjakan. Apa yang diteorikan itulahyang dipraktikkan. Inilah sebabnya mengapa globalisasi Islam disambut dengansangat luar biasa oleh seluruh urnat. Dengan kata lain, globalisasi Islam disambutdengan penuh keikhlasan oleh segenap masyarakat, sebab globalisasi Islam memiliki keistimewaan-keistimewaan. Di antara keistimewaan-keistimewaan tersebut adalah: 
a. Globalisasi Islam memiliki keseimbangan antara hak dan kewajiban Globalisasi
Islam berusaha membangun suatu masyarakat yang adil dan memiliki
kekuatan. 
b. Globalisasi Islam dimulai dari konsep kesetaraan di antara sesama manusia
tanpa diskriminasi apa pun, tanpa memandang status sosial, kekayaan, warna
kulit, dan sejenisnya.  
c. Globalisasi Islam menjadikan musyawarah sebagai landasan sistem politik. 
d. Globalisasi Islam menjadikan ilmu sebagai kewajiban bagi masyarakat untuk  mengembangkan bakat-bakat kemanusiaan, sehingga mereka dapat berkembang dan maju dalam kehidupan.   
      kemampuan dunia Islam dalam mengambil keputusan politik yang bebas dan merdeka. Namun ini hanya akan terwujud jika paham sekularisme dilemparkan jauh-jauh dengan segala permasalahannya. Lalu menjadikan akidah Islamdengan segala konsekuensinya untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, baik dalam aspek agama, dunia, maupun akhirat.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,  “Kalau penduduk negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan membukakan bagi mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan nikmat Kami.  Maka Kami menurunkan azab kepada mereka karena kedustaan mereka.” (QS Al-A'raf 7:79).
      Jika umat Islam bersatu-padu, pasti mereka sanggup melewati fase ini. Mereka pasti bisa menghadapi gelombang globalisasi dengan cara melakukan kerja sama perekonomian yang jujur di antara mereka, dan membangun pasar ekonomi bersama yang akan membangun solidaritas di antara mereka. Di hadapan mereka, masih terbentang kesempatan luas untuk membangun kembali globalisasi Islam dan memerangi globalisasi  Barat tentu saja dengan izin Allah. 
      Kaidah ushul fiqih menyatakan “memelihara yang baik baik di masa lampau dan mengambil yang terbaik di masa sekarang” artinya jadikan kemajuan teknologi ini sebagai kesempatan kita untuk berdakwah bukan menjadikan kita bersikap tradisional dan penolakan akan kemajuan zaman.

Pendidikan Islam di  Era Industri 4.0
      Pendidikan di era milenial ini telah sampai pada zaman pendidikan  4.0 (Education 4.0). Revolusi industri terdiri dari dua (2) kata yaitu revolusi dan industri. Revolusi, dalam Kamus Besar Bahasa Indoneis (KBBI), berarti perubahan yangbersifat sangat cepat, sedangkan pengertian industri adalah usaha pelaksanaan proses produksi. Sehingga jika dua (2) kata tersebut dipadukan bermakna suatu perubahan dalam proses produksi yang berlangsung cepat. Perubahan cepat ini tidak hanya bertujuan memperbanyak barang yang diproduksi (kuantitas), namun juga meningkatkan mutu hasil produksi (kualitas).
     Istilah "Revolusi Industri"diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan LouisAuguste Blanqui di pertengahan abad ke-19. Revolusi industri ini pun sedangberjalan dari masa ke masa. Dekade terakhir ini sudah dapat disebut memasuki fase keempat 4.0. Perubahan fase ke fase memberi perbedaan artikulatif pada sisi kegunaaannya. Fase pertama (1.0) bertempuh pada penemuan mesin yang menitikberatkan (stressing) pada mekanisasi produksi. Fase kedua (2.0) sudah beranjak pada etape produksi massal yang terintegrasi dengan quality control dan
standarisasi. Fase ketiga (3.0) memasuki tahapan keseragaman secara massal yang bertumpu pada integrasi komputerisasi. Fase keempat (4.0) telah menghadirkan digitalisasi dan otomatisasi perpaduan internet dengan manufaktur.
     Selain itu, fenomena disruptive innovation juga menyebabkan beberapa profesi hilang karena digantikan oleh mesin. Misalnya, kini semua pekerjaan petugas konter check-in di berbagai bandara internasional sudah diambil alih oleh mesin yang bisa langsung menjawab kebutuhan penumpang, termasuk mesin pindai untuk memeriksa paspor dan visa, serta printer untuk mencetak boarding pass dan
luggage tag. Dampak lainnya adalah bermunculannya profesi-profesi baru yang
sebelumnya tidak ada, seperti Youtuber, Website Developer, Blogger, Game Developer dan sebagainya.
      Adapun keuntungan dari munculnya disruptive innovation memberikan antara lain: Pertama, dimudahkannya konsumen dalam mencukupi kebutuhan. Dengan memotong biaya yang dikeluarkan, perusahaan yang menggunakan teknologi terbaru mampu menekan biaya sehingga dapat menetapkan harga jauh lebih rendah daripada perusahaan incumbent. Dengan demikian, semakin murah biaya yang dikeluarkan konsumen semakin membuat konsumen sejahtera. Kedua, teknologi yang memudahkan. Munculnya inovasi yang baru tentu akan membawa teknologi yang baru dan canggih, setidaknya dibandingkan dengan teknologi yang telah lama ada. Dengan demikian dapat dikatakan terjadi transfer teknologi menuju yang lebih modern. Ketiga, memacu persaingan berbasis inovasi. Indonesia merupakan negara yang tidak dapat begitu saja makmur tanpa adanya inovasi. Dengan adanya inovasi yang mengganggu, maka perusahaan dalam industri dipaksa untuk melkakukan inovasi sehingga terus memperbaiki layanannya.  Keempat, mengurangi jumlah pengangguran. Inovasi yang dilakukan akan memberikan kesempatan lapangan kerja yang baru. Jika tidak membuka lapangan
baru, setidaknya dapat memperluas lapangan kerja yang sudah ada. Terlebih dengan inovasi dapat memberikan kesempatan kerja baru dengan upah yang lebih baik dibanding dari lapangan pekerjaan yang sudah ada sebelumnya. Kelima, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Teknologi yang mengganggu sesuai dengan teori Schumpeter akan meningkatkan produktivitas akibat efisiensi. Dengan adanya kedua hal tersbut maka akan menambah kualitas dan kuantitas barang yang diproduksi. Di lain sisi, inovasi juga akan meningkatkan konsumsi masyarakat setelah sebelumnya pendapatannya meningkat. Perkembangan yang menjadi titik akhir adalah meningkatnya jumlah Produk Domestik Bruto. Jika setiap inovasi dapat menghasilkan nilai tambah yang lebih besar dan relatif bertahan setiap tahunnya, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
     Memasuki era disrupsi ini, pendidikan Islam dituntut untuk lebih peka terhadap
gejala-gejala perubahan sosial masyarakat. Pendidikan Islam harus mau mendisrupsi diri jika ingin memperkuat eksistensinya. Bersikukuh dengan cara dan sistem lama dan menutup diri dari perkembangan dunia, akan semakin membuat pendidikan Islam kian terpuruk dan usang (obsolet). Maka dari itu, terdapat tiga hal yang harus diupayakan oleh pendidikan Islam, yaitu mengubah mindset lama yang terkungkung aturan birokratis, menjadi mindset disruptif (disruptive mindset) yang mengedepankan cara-cara yang korporatif. Pendidikan Islam juga harus melakukan self-driving agar mampu melakukan inovasi-inovasi sesuai dengan tuntutan era 4.0. Selain itu, pendidikan Islam juga harus melakukan reshape or create terhadap segenap aspek di dalamnya agar selalu kontekstual terhadap tuntutan dan perubahan.













Daftar pustaka
Edy Suandi Hamid, Disruptive Innovation: Manfaat Dan Kekurangan Dalam KonteksPembangunanEkonomi,https://law.uii.ac.id/wpcontent/uploads/2017/07/2017-07-27-fh-uii-semnasdisruptive-innovation-manfaat-dan-kekurangan-dalam-konteks-pembangunan-ekonomi-Edy-SuandiHamid.pdf,

Hendra Suwardana, Revolusi Industri 4. 0 Berbasis Revolusi Mental, JATI UNIK, Vol.1, No.2, (2017), Hal. 102-110

Rhenald Kasali, Disruption “Tak Ada yang Tak Bisa Diubah Sebelum Dihadapi Motivasi SajaTidak Cukup” Menghadapi Lawan-Lawan Tak Kelihatan dalam Peradaban Ube, (Jakarta: PT GramediaPustaka Utama, 2017), hlm. 16  


Jam’iahal-Islah al-Ijtima “Globalisasi dalam Timbangan Islam”http://www.akhirzaman.info/

http://youtu.be/r69vFN10Meg


Tidak ada komentar: