Globalisasi
dan Modernisasi dalam Presfektif Islam
Dalam
Mewujudkan Pendidikan Islam di Era 4.0
Riki Subagja
Rikisubagja997@gmai.com
Sekolah Tinggi Agama
Islam Siliwangi Bandung
Globalisasi dan
Modernisasi dalam Presfektif Islam
Islam merupakan Agama Universal, bahkan moderenisasi dalam islam tidak
akan terbelengu oleh zaman asalkan tidak keluar dari kaidah-kaidah islam itu
sendiri.
Globalisasi dan Moderenisasi merupakan salah satu tantangan Bangsa
Indonesia, khususnya penduduk Muslim ( Islam ) sebagai Agama mayoritas. Salah
satu tantangan yang harus di hadapi menurut ketua dewan pertimbangan majelis
ulama Indonesia Prof. Dr. KH. Muhammad Sirajudin Syamsuddin, MA “Islam adalah
agama peradaban, agama kemajuan, agama modernisasi. Dan yang perlu di
modernisasi itu adalah tentang pehaman kita mengenai agama yang boleh jadi
belum mengikuti zaman atau peradaban” artinya pemahan keagama kita harus mampu
mendorong kita memunculkan inovasi baru yang tidak keluar dari kaidah Islam.
Globalisasi merupakan istilah baru dalam kamus bahasa. Artinya menyatukan dunia dalam satu bingkai. Dari sinilah sebagian mereka menyebut istilah "Tata Dunia Baru",meskipun istilah Tata Dunia Baru
ini memberi inspirasi
pada suatu sistem politik tertentu. Hanya saja, istilah globalisasi memiliki muatan politik, ekonomi, sosial, pendidikan ,moralitas, tradisi dan kebudayaan, agama, dan sebagainya. Bahkan lebih dari itu semua, globalisasi melampaui batas batas politis dan geografis antar berbagai negara.
Tata Dunia Baru adalah mempropagandakan
upaya untuk melebur identitas semua agama di dunia, pola pikir, dan keyakinan
masyarakat, agar menjadi kesepakatan
bersama dimasyarakat yang pikirannya
diformat Barat, khususnya dalam dua aspek : ekonomi dan sosial. lnilah agama baru yang dipaksakan untuk dianut dunia seluruhnya. la merupakan skenario berbahaya
yang akan menghapuskan identitas
segala sesuatu yang ada di semua
negara, yang akhlak, perilaku, pemikiran,
komoditi, perdagangan, dan agama, semua
sama.
Ada upaya besar dan serius dari kalangan
yang memelopori slogan ini untuk
mengglobalkan segala sesuatu : ekonomi,
investasi, perusahaan, hubungan dagang,
pemikiran dan budaya, informasi dan transportasi,
persoalan lingkungan dan iklim penyakit dan
obat-obatan, globalisasi
krisis ekonomi dan sosial, terorisme dan konflik
politik. Yang lebih berbahaya dari semua itu adalah upaya untuk mengglobalkan agama Islam hingga dileburkan dengan Barat. Contoh mengenai globalisasi dan hak asasi manusia ada beberapa hal yang harus kita perhatikan berkaitan dengan isu HAM yang terus
digelindingkan Amerika Serikat dansekutunya melalui globalisasi. Hal-hal tersebut sebagai berikut:
Apa yang diklaim Barat
sebagai aplikasi dan penghormatan
terhadap Hak Asasi Manusia adalah klaim
dusta, batil, dan merupakan
kamuflase belaka. Semua itu hanya klaim sepihak. Aplikasi dan penghormatan terhadap HAM itu
tidak jelas dan ambivalen terhadap diferensiasi ras, suku bangsa, wama kulit, dan agama. Misalnya, jika menyangkut umat Yahudi, maka seluruh hak asasi manusia - hak asasi Yahudi - dijaga dan dihormati dengan penuh. Bahkan
cenderung sangat berlebihan dan tidak rasional. Misalnya pemenuhan permintaan Yahudi untuk melenyapkan keturunan Semit atau siapa pun yang ikut andil dalam
proses kehancuran Yahudi
dalam perang dunia, atau memiliki hubungan dengan Nazisme.
Sementara ketika hak-hak asasi itu bersentuhan dengan penduduk dari negara-negara ketiga atau negara-negara berkembang. Iebih-Iebih jika penduduknya Muslim maka penegakan dan penghormatan terhadap HAM sama sekali tidak ada. Yang ada justru pelecehan dan pelanggaran terhadap HAM. Terhadap HAM seperti itu masih saja dianggap penegakan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Contohnya saja berbagai tragedi kemanusiaan yang dialami bangsa Palestina di antara sekian ban yak contoh klaim busuk dan "karnuflase retorika" yang di dengungkan Amerika dan sekutunya sebagai penghormatan dan penegakan hak asasi manusia. Demikianjuga, pengusiran penduduk Palestina dari tanah air mereka sendiri oleh Yahudi merupakan contoh jelas tentang pelanggaran terbesar terhadap HAM. Pelanggaran terhadap HAM yang dilakukan Yahudi terhadap bangsa Palestina telah berlangsung selama setengah abad lebih. Pelanggaran terhadap HAM serupa terjadi di Kashmir dan bangsa-bangsa lain.
Tragedi- tragedi semacam ini merupakan problematik yang dihadapi umat Islam. Dalam kubangan tragedi-tragedi tersebut, HAM lenyap dan diinjak-injak. Pelanggaran HAM serupa terjadi juga di Bosnia - Herzegovina - negara denganpenduduk Muslim di wilayah Balkan. Dalam tragedi kemanusiaan di Bosnia telah terjadi pembantaian, pembunuhan, dan pemerkosaan terhadap HAM di depanmata dan telinga dunia. Namun tak ada satu bangsa pun - terutama AmerikaSerikat dan sekutunya-yang mempedulikan pelanggaran terhadap HAM yang dilakukan oleh Serbia. Bahkan mata dan telinga dunia terutama Amerika Serikat dan sekutunya - seakan tidak melihat dan mendengar pelanggaran itu sama sekali. Andaipun mendengar dan melihat, mereka justru tidak memberikan dukungan atau minimal membiarkannya. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri tidak melakukan apa pun untuk menghentikan pelanggaran HAM tadi.
Islam sudah datang 14 abad sebelumnya,
membawa sistem yang sempurna dan komprehensif
tentang HAM. Perhatian Islam terhadap HAM
mencakup berbagai aspek; suatu perhatian yang belum pernah diberikan oleh siapa pun yangmengklaim diri
sebagai pemerhati dan pendekat bagi
penegakan HAM di duniaini. Bahkan perhatian
dan penegakan Islam terhadap
HAM merupakan sebuah keadilan, sebab
tidak didasarkan pada berbagai konsiderasi
diferensial manusia. Islam tidak membeda-bedakan wama kulit, bangsa, suku bangsa, agama, atau perbedaan apa pun.
Dalam pandangan Islam, semua
manusia sama. Sebagaimana kita ketahui, bahwa kehadiran hukum Islam untuk
menjaga lima hal substansial, yakni:
a. jiwa,
b. harta,
c. agama,
d. akal, dan
e. kehorrnatan atau
keturunan.
Kelima hal itu telah mencakup totalitas HAM dan semuanya
harus dijaga dan dipelihara. Dalam kaitan ini kita tidak perlu
mengatakan bahwa hukum danperundang-undangan
Barat serta peradabannya tidak menjaga dan merneliharaakal, agama, dan kehormatan. Akal, agama, dan kehormatan cenderung
dilecehkandan dihinakan. Selain
itu, dalam sistem hukum, perundang-undangan, dan peradaban
Barat tidak ada kaidah atau aturan yang mencegah orang dari mabuk mabukan,hal-hal yang membahayakan,perzinaan,murtad,dan sejenisnya.
Lalu "Adakah globalisasi dalam Islam?" Jawabannya adalah, "Ada." Dalam Islam ada globalisasi. Dikatakan demikian, sebab Islam sendiri sudah merupakan agama global dan universal. Ajakannya juga bersifat global. Tujuannya menghadirkan risalah peradaban Islam yang komprehensif, sempuma, dan menyeluruh, baik secara spirit, akhlak, maupun materi. Di dalamnya, aspek duniawidan ukhrawi saling melengkapi dan saling mengisi. Keduanya tidak bisa dipisahkan,sebab merupakan satu kesatuan utuh dan integral. Universalitas atau globalitas Islam menyeru semua manusia, tanpa memandang bangsa, suku bangsa, warnakulit, dan diferensiasi lainnya. Hal ini
dijelaskan dalam Al-Quran.
Firman Allah Azza wa Jalla,
“Al-Quran itu hanyalah peringatan bagi seluruh alam.” (QS At-Takwir 81:27).
Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi wa Sallam sudah menerapkan
konsep globalisasi dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya ketika beliau mengirim para utusannya membawa surat-suat beliau kepada para raja dan pemimpin di berbagai negeri tetangga. Di antara para raja dan pemimpin itu adalah Raja Romawi dan Kisra Persia. Dengan demikian, ketika beliau wafat maka seluruh bangsa Arab sudah mampu meneruskan globalisasi yang telah dirintis Nabi Muhammad. Harus dicamkan, bahwa gIobalisasi Islam berangkat dari kesatuan antara tataran konseptual dengan tataran aktual. Atau kesatuan antara kata danperbuatan. Apa yang dikatakan itulah yang dikerjakan. Apa yang diteorikan itulahyang dipraktikkan. Inilah sebabnya mengapa globalisasi Islam disambut dengansangat luar biasa oleh seluruh urnat. Dengan kata lain, globalisasi Islam disambutdengan penuh keikhlasan oleh segenap masyarakat, sebab globalisasi Islam memiliki keistimewaan-keistimewaan. Di antara keistimewaan-keistimewaan tersebut adalah:
a. Globalisasi Islam memiliki keseimbangan antara hak dan kewajiban Globalisasi
Islam berusaha membangun suatu masyarakat yang adil dan memiliki
kekuatan.
b. Globalisasi Islam dimulai dari konsep kesetaraan di antara sesama manusia
tanpa diskriminasi apa pun, tanpa memandang status sosial, kekayaan, warna
kulit, dan sejenisnya.
c. Globalisasi Islam menjadikan musyawarah sebagai landasan sistem politik.
d. Globalisasi Islam menjadikan ilmu sebagai kewajiban bagi masyarakat untuk mengembangkan bakat-bakat kemanusiaan, sehingga mereka dapat berkembang dan maju dalam kehidupan.
kemampuan dunia Islam dalam mengambil
keputusan politik yang bebas
dan merdeka. Namun ini hanya akan terwujud jika paham sekularisme
dilemparkan jauh-jauh dengan segala permasalahannya. Lalu menjadikan
akidah Islamdengan segala konsekuensinya untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, baik dalam aspek
agama, dunia,
maupun akhirat.
Firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala, “Kalau penduduk negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan
membukakan bagi mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka
mendustakan nikmat Kami. Maka Kami menurunkan
azab kepada mereka karena kedustaan
mereka.” (QS Al-A'raf 7:79).
Jika umat Islam bersatu-padu, pasti mereka sanggup
melewati fase ini. Mereka pasti bisa menghadapi gelombang globalisasi dengan
cara melakukan kerja sama perekonomian yang jujur di antara mereka, dan membangun pasar
ekonomi bersama yang akan membangun
solidaritas di antara mereka. Di
hadapan mereka, masih terbentang kesempatan luas untuk membangun kembali
globalisasi Islam dan memerangi globalisasi
Barat tentu saja dengan izin Allah.
Kaidah ushul fiqih menyatakan “memelihara
yang baik baik di masa lampau dan mengambil yang terbaik di masa sekarang”
artinya jadikan kemajuan teknologi ini sebagai kesempatan kita untuk berdakwah
bukan menjadikan kita bersikap tradisional dan penolakan akan kemajuan zaman.
Pendidikan Islam di Era Industri 4.0
Pendidikan di era milenial ini telah
sampai pada zaman pendidikan 4.0 (Education
4.0). Revolusi industri terdiri dari dua (2) kata yaitu revolusi dan
industri. Revolusi, dalam Kamus Besar Bahasa Indoneis (KBBI), berarti perubahan
yangbersifat sangat cepat, sedangkan pengertian industri adalah usaha pelaksanaan proses produksi.
Sehingga jika dua (2) kata tersebut dipadukan bermakna suatu perubahan dalam
proses produksi yang berlangsung cepat. Perubahan cepat ini tidak hanya
bertujuan memperbanyak barang yang diproduksi (kuantitas), namun juga meningkatkan
mutu hasil produksi (kualitas).
Istilah "Revolusi Industri"diperkenalkan
oleh Friedrich Engels dan LouisAuguste Blanqui di pertengahan abad ke-19.
Revolusi industri ini pun sedangberjalan dari masa ke masa. Dekade terakhir ini
sudah dapat disebut memasuki fase keempat 4.0. Perubahan fase ke fase memberi perbedaan
artikulatif pada sisi kegunaaannya. Fase pertama (1.0) bertempuh pada penemuan
mesin yang menitikberatkan (stressing) pada mekanisasi produksi. Fase
kedua (2.0) sudah beranjak pada etape produksi massal yang terintegrasi dengan quality
control dan
standarisasi. Fase ketiga
(3.0) memasuki tahapan keseragaman secara massal yang bertumpu pada integrasi
komputerisasi. Fase keempat (4.0) telah menghadirkan digitalisasi dan
otomatisasi perpaduan internet dengan manufaktur.
Selain itu, fenomena disruptive
innovation juga menyebabkan beberapa profesi hilang karena digantikan oleh
mesin. Misalnya, kini semua pekerjaan petugas konter check-in di berbagai
bandara internasional sudah diambil alih oleh mesin yang bisa langsung menjawab
kebutuhan penumpang, termasuk mesin pindai untuk memeriksa paspor dan visa,
serta printer untuk mencetak boarding pass dan
luggage tag. Dampak
lainnya adalah bermunculannya profesi-profesi baru yang
sebelumnya tidak ada,
seperti Youtuber, Website Developer, Blogger, Game Developer dan
sebagainya.
Adapun keuntungan dari munculnya disruptive
innovation memberikan antara lain: Pertama, dimudahkannya konsumen
dalam mencukupi kebutuhan. Dengan memotong biaya yang dikeluarkan, perusahaan
yang menggunakan teknologi terbaru mampu menekan biaya sehingga dapat
menetapkan harga jauh lebih rendah daripada perusahaan incumbent. Dengan
demikian, semakin murah biaya yang dikeluarkan konsumen semakin membuat
konsumen sejahtera. Kedua, teknologi yang memudahkan. Munculnya inovasi
yang baru tentu akan membawa teknologi yang baru dan canggih, setidaknya
dibandingkan dengan teknologi yang telah lama ada. Dengan demikian dapat
dikatakan terjadi transfer teknologi menuju yang lebih modern. Ketiga, memacu
persaingan berbasis inovasi. Indonesia merupakan negara yang tidak dapat begitu
saja makmur tanpa adanya inovasi. Dengan adanya inovasi yang mengganggu, maka
perusahaan dalam industri dipaksa untuk melkakukan inovasi sehingga terus
memperbaiki layanannya. Keempat, mengurangi
jumlah pengangguran. Inovasi yang dilakukan akan memberikan kesempatan lapangan
kerja yang baru. Jika tidak membuka lapangan
baru, setidaknya dapat
memperluas lapangan kerja yang sudah ada. Terlebih dengan inovasi dapat
memberikan kesempatan kerja baru dengan upah yang lebih baik dibanding dari
lapangan pekerjaan yang sudah ada sebelumnya. Kelima, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Teknologi yang mengganggu sesuai dengan teori Schumpeter
akan meningkatkan produktivitas akibat efisiensi. Dengan adanya kedua hal
tersbut maka akan menambah kualitas dan kuantitas barang yang diproduksi. Di lain
sisi, inovasi juga akan meningkatkan konsumsi masyarakat setelah sebelumnya
pendapatannya meningkat. Perkembangan yang menjadi titik akhir adalah
meningkatnya jumlah Produk Domestik Bruto. Jika setiap inovasi dapat menghasilkan
nilai tambah yang lebih besar dan relatif bertahan setiap tahunnya, maka akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Memasuki era disrupsi ini, pendidikan
Islam dituntut untuk lebih peka terhadap
gejala-gejala perubahan
sosial masyarakat. Pendidikan Islam harus mau mendisrupsi diri jika ingin
memperkuat eksistensinya. Bersikukuh dengan cara dan sistem lama dan menutup
diri dari perkembangan dunia, akan semakin membuat pendidikan Islam kian terpuruk
dan usang (obsolet). Maka dari itu, terdapat tiga hal yang harus
diupayakan oleh pendidikan Islam, yaitu mengubah mindset lama yang
terkungkung aturan birokratis, menjadi mindset disruptif (disruptive
mindset) yang mengedepankan cara-cara yang korporatif. Pendidikan Islam
juga harus melakukan self-driving agar mampu melakukan inovasi-inovasi
sesuai dengan tuntutan era 4.0. Selain itu, pendidikan Islam juga harus
melakukan reshape or create terhadap segenap aspek di dalamnya agar selalu
kontekstual terhadap tuntutan dan perubahan.
Daftar
pustaka
Edy Suandi Hamid, Disruptive
Innovation: Manfaat Dan Kekurangan Dalam KonteksPembangunanEkonomi,https://law.uii.ac.id/wpcontent/uploads/2017/07/2017-07-27-fh-uii-semnasdisruptive-innovation-manfaat-dan-kekurangan-dalam-konteks-pembangunan-ekonomi-Edy-SuandiHamid.pdf,
Hendra Suwardana, Revolusi Industri 4. 0
Berbasis Revolusi Mental, JATI UNIK, Vol.1, No.2, (2017), Hal. 102-110
Rhenald Kasali, Disruption
“Tak Ada yang Tak Bisa Diubah Sebelum Dihadapi Motivasi SajaTidak Cukup”
Menghadapi Lawan-Lawan Tak Kelihatan dalam Peradaban Ube, (Jakarta: PT
GramediaPustaka Utama, 2017), hlm. 16
Jam’iahal-Islah al-Ijtima
“Globalisasi dalam Timbangan Islam”http://www.akhirzaman.info/
http://youtu.be/r69vFN10Meg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar