BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Sejalan dengan perkembangan zaman, ilmu
tafsir terus berkembang dan kitab-kitab tafsir bertambah banyak dengan berbagai
macam metode dan corak tafsir, yang kesemuanya itu merupakan konsekuensi logis
dari perkembangan ilmu tafsir tersebut. Pada akhir-akhir ini muncul berbagai
metode tafsir ke permukaan yang pada hakekatnya semua metode tersebut sebagai
upaya mengungkap maksud-maksud Alquran dalam menjawab permasalahan umat. Salah
satu metode tafsir yang paling populer akhir-akhir ini ialah metode tafsir
maudhu’i (tematik). Dengan penggunaan metode ini diharapkan dapat merupakan
sebuah jawaban Alquran terhadap berbagai masalah yang timbul atau paling tidak
menambah perbendaharaan dalam ulumul quran. Dikatakan dapat menjawab
permasalahan umat, karena prosedur kerja metode ini adalah mengambil berbagai
ayat-ayat yang representative dari seluruh Alquran yang berhubungan dengan
masalah yang dibahas. kemudian mufassir melengkapi dirinya dengan berbagai
macam ilmu tafsir, menghubungkan masalah dengan interdiaipliner atau
multidiaipliner, dan ditarik kembali kepada Alqur’an, serta pada akhimya
menemukan sebuah jawaban Alquran terhadap masalah yang sedang dihadapi. Tulisan
ini akan mencoba mendiskripsikan tentang pengertian tafsir, pembagian tafsir
maudu’I, kelebihan dan kekurangan tafsir maudhu’I, langkah-langkap tafsir
maudhu’i.
Tafsir maudhu’i atau tematik adalah tafsir
berperan sangat penting khususnya pada zaman sekarang, karena tafsir maudhu’i
dirasa sangat sesuai dengan kebutuhan manusia dan mampu menjawab permasalahan
yang ada.Tafsir maudhu’i atau tematik ada berdasar surah al-Qur’an ada berdasar
subjek atau topik.
B. Rumusan
masalah
1. Apa
itu tafsir maudhu’i?
2. Dibagi
menjadi berapa tafsir maudhu’i?
3.
Apa kelebihan dan kekurangan
tafsir maudhu,i?
4. Bagaimana
langkah-langkap tafsir maudhu’i?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian tafsir maudhu’i.
2. Untuk
mengetahui pembagian tafsir maudhu’i.
3. Untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan tafsir maudhu’i.
4. Untuk
mengetahui langkah-langkap tafsir maudhu’i
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tafsir Maudhu’i
Kata maudhu’i berasal dari bahasa arab
yaitu maudhu’ yang merupakan isim maf’ul dari fi’il madhi wadha’a yang berarti
meletakkan, menjadikan, mendustakan dan membuat-buat. Arti maudhu’i yang dimaksud di sini ialah yang
dibicarakan atau judul atau topik atu sektor, sehingga tafsir maudhu’i berarti
penjelasan ayat-ayat Alquran yang mengenai satu judul/topik/sektor pembicaraan
tertentu. Dan bukan maudhu’i yang berarti yang didustakan atau dibuat-buat,
seperti arti kata hadis maudhu’ yang berarti hadis yang
didustakan/dipalsukan/dibuat-buat, adapun pengertian tafsir maudhu’i (tematik)
ialah mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an yang mempunyai tujuan yang satu yang
bersama-sama membahas judul/topik/sektor tertentu dan menertibkannya sedapat
mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya,
kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,
keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain, kemudian
mengistimbatkan hukum-hukum.[1]
Menurut al-Sadr bahwa istilah
tematik digunakan untuk menerangkan ciri pertama bentuk tafsir ini, yaitu ia
mulai dari sebuah tema yang berasal dari kenyataan eksternal dan kembali ke
Alquran. la juga disebut sintesis karena merupakan upaya menyatukan pengalaman
manusia dengan alqu’an. Namun ini bukan berarti metode ini berusaha untuk
memaksakan pengalaman ini kepada Alquran dan menundukkan Alquran kepadanya.
Melainkan menyatukan keduanya di dalam komteks suatu pencarian tunggal yang
ditunjukkan untuk sebuah pandangan Ialam mengenai suatu pengalaman manusia
tertentu atau suatu gagasan khusus yang dibawa oleh si mufassir ke dalam
konteks pencariannya. Bentuk tafsir ini disebut
tematik atas dasar keduanya, yaitu karena ia memilih sekelompok ayat yang
berhubungan dengan sebuah tema tunggal. Ia disebut sistetis, atas dasar ciri
kedua ini karena ia melakukan sintesa terhadap ayat-ayat berikut artinya ke
dalam sebuah pandangan yang tersusun.[2]
Menurut al Farmawi bahwa dalam membahas
suatu tema, diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang menyangkut terma
itu. Namun demikian, bila hal itu sulit dilakukan, dipandang memadai dengan
menyeleksi ayat-ayat yang mewakili (representatif).[3]
Dari beberapa gambaran di atas
dapat dirumuskan bahwa tafsir maudhu’i ialah upaya menafsirkan ayat-ayat
Alquran mengenai suatu terma tertentu, dengan mengumpulkam semua ayat atau
sejumlah ayat yang dapat mewakili dan menjelaskannya sebagai suatu kesatuan
untuk memperoleh jawaban atau pandangan Alquran secara utuh tentang terma
tertentu, dengan memperhatikan tertib turunnya masing-masing ayat dan sesuai
dengan asbabun nuzul kalau perlu.
B. Pembagian
Tafsir Maudhu’i
Dalam
perkembangannya, metode maudhu’i memiliki dua bagian:
a. Mengkaji sebuah surat dengan kajian universal
(tidak parsial), yang di dalamnya dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya,
serta kaitan antara satu bagian surat dan bagian lain, sehingga wajah surat itu
mirip seperti bentuk yang sempurna dan saling melengkapi. Contoh
Segala
puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi
Maha Mengetahui Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar
daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan
Dia-lah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.(Qs,Saba:1-2)
Di
Al-Qur’an surat saba’: 1-2 ini diawali pujian bagi Allah dengan menyebutkan
kekuasaan-Nya. Setelah itu, mengemukakan pengetahuan-Nya yang universal,
kekuasaan-Nya yang menyeluruh pada kehendak-Nya yang bijak.
b. Menghimpun
seluruh ayat Al-qur’an yang berbicara tentang tema yang sama. Semuanya
diletakkan dibawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan metode maudhu’i.[4]
Contohnya:
Allah SWT, berfirman:
“ Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dan
tuhannya , maka Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah maha penerima
tobat lagi maha penyayang.”(Al-Baqarah:37)
Untuk menjelaskan kata ‘kalimat’ pada
firman Allah Ta’ala di atas ,nabi mengemukakan ayat.
“
keduanya berkata, : ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan
jika engkau tidak mengampuni rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk
orang-orang merugi.”(Al-A’raf:23)
Pembicaraan al-Qur’an tentang anak yatim
pada priode Mekkah ini terdapat didalam surat pada ayat-ayat berikut;
“Janganlah kamu mendekati harta anak yatim
kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa”.(AL-An’am:152)
“Sekali-kali tidak demikian sebenarnya
kamu tudak memuliakan anak yatim”. (QS al-Fajar:17)
“Aku memberi makan pada hari
kelaparan (kepada) anak yatim yang ada hubungan
Kerabat”. (QS al-balad:14-15)
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang
yatim, lalu Dia melindungimu.Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung,
lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang
kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang”.(Ad-Dhuha:6-9)
C. Kelebihan
dan Kekurangan
Tafsir Maudhu’i
Kelebihan
metode tafsir maudhu’i antara lain:
a. Menjawab
tantangan zaman: Permasalahan dalam kehidupan selalu tumbuh dan berkembang
sesuai dengan perkembangan kehidupan itu sendiri. Maka metode maudhu’i sebagai
upaya metode penafsiran untuk menjawab tantangan tersebut. Untuk kajian tematik
ini diupayakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat.
b. Praktis dan sistematis: Tafsir dengan
metode tematik disusun secara praktis
dan sistematis dalam usaha memecahkan permasalahan yang timbul.
c. Dinamis:
Metode tematik membuat tafsir al-Qur’an selalu dinamis sesuai dengan tuntutan
zaman sehingga menimbulkan image di dalam pikiran pembaca dan pendengarnya
bahwa al-Qur’an senantiasa mengayomi dan membimbing kehidupan di muka bumi ini
pada semua lapisan dan starata sosial.
d. Membuat
pemahaman menjadi utuh: Dengan ditetapkannya judul-judul yang akan dibahas,
maka pemahaman ayat-ayat al-Qur’an dapat diserap secara utuh. Pemahaman semacam
ini sulit ditemukan dalam metode tafsir yang dikemukakan di muka. Maka metode
tematik ini dapat diandalkan untuk pemecahan suatu permasalahan secara lebih
baik dan tuntas.
Kekurangan
metode tafsir maudhu’i antara lain:
a. Memenggal ayat al-Qur’an: Yang dimaksud
memenggal ayat al-Qur’an ialah suatu kasus yang terdapat di dalam suatu ayat
atau lebih mengandung banyak permasalahan yang berbeda. Misalnya, petunjuk
tentang shalat dan zakat. Biasanya kedua ibadah itu diungkapkan bersama dalam
satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang zakat misalnya, maka mau tidak
mau ayat tentang shalat harus di tinggalkan ketika menukilkannya dari mushaf
agar tidak mengganggu pada waktu melakukan analisis.
b. Membatasi
pemahaman ayat: Dengan diterapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu
ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut. Akibatnya mufassir
terikat oleh judul itu. Padahal tidak mustahil satu ayat itu dapat ditinjau
dari berbagai aspek, karena dinyatakan Darraz bahwa, ayat al-Qur’an itu
bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi, dengan
diterapkannya judul pembahasan, berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari
permata tersebut.[5]
D.
Langkah-langkah Tafsir Maudhu’i
a. Memilih atau
menetapkan masalah al-Qur'an yang akan dikaji secara maudhu’i (tematik).
b. Menghimpun
seluruh ayat al-quran yang terdapat pada seluruh surat al-Qur'an yang berkaitan
dan berbicara tentang tema yang hendak dikaji, baik surat makkiyyat atau
surat madaniyyat.
c. Menentukan
urutan ayat-ayat yang dihimpun itu sesuai dengan masa turunnya dan mengemukakan
sebab-sebab turunnya jika hal itu dimungkinkan (artinya, jika ayat-ayat itu
turun karena sebab-sebab tertentu).
d. Menjelaskan munasabah (relevansi)
antara ayat-ayat itu pada masing-masing suratnya dan kaitan antara ayat-ayat
itu dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya pada masing-masing suratnya
(dianjurkan untuk melihat kembali pada tafsir tahlily).
e. Menyusun tema
bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna, dan utuh (outline)
yang mencakup semua segi dari tema kajian.
f. Mengemukakan
hadith-hadith Rasulullah SAW yang berbicara tentang tema kajian serta men-takhrij dan
menerangkan derajat hadith-hadith itu untuk lebih meyakinkan kepada orang lain
yang mempelajari tema itu. Dikemukakan pula riwayat-riwayat (athar) dari
para sahabat dantabi’in.
g. Merujuk kepada
kalam (ungkapan-ungkapan bangsa) Arab dan shair-shair mereka
dalam menjelaskan lafaz-lafaz yang terdapat pada ayat-ayat
yang berbicara tentang tema kajian dan dalam menjelaskan makna-maknanya.
h. Mempelajari
ayat-ayat tersebut secara maudu’i dan menyeluruh dengan cara
menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan
pengertian antara yang ‘am dan khas, antara yang mutlaq dan muqayyad,
mengsinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif, menjelaskan ayat
yang nasikh danmansukh, sehingga semua ayat tersebut
bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan
pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak
tepat.[6]
Sedangkan yang melakukan tafsir maudu’i dengan
surat persurat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Mengambil satu surat dan menjelaskan masalah-masalah yang
berhubungan dengan surat tersebut, sebab-sebab turunnya dan bagaimana surat itu
diturunkan (permulaan, pertengahan ataupun akhir, madaniyat atau makkiyat,
dan hadith-hadith yang menerangkan keistimewaanya).
2.
Menyampaikan pengertian dari tujuan mendasar dalam surat
dan membahas mengenai terjadinya nama surat itu.
3.
Membagi surat (khusus untuk surat yang panjang) kepada
bagian-bagian yang lebih kecil, menerangkan unsur-unsurnya (meliputi ‘am
khas-nya, nasikh mansukh-nya, lafaz-nya dalam
bahasa Arab dan lain-lain) dan tujuan masing-masing bagian serta menetapkan
kesimpulan dari bagian tersebut.
4.
Menghubungkan keterangan atau kesimpulan dari
masing-masing bagian kecil tersebut dan menerangkan pokok tujuannya.[7]
BAB III
KESIMPULAN
Secara
singkat tafsir tematik atau tafsir maudhu`i dapat diformulasikan
sebagai suatu Tafsir yang berusaha mencari jawaban-jawaban
Alquran tetang suatu masalah dengan jalan menghimpunkan ayat-ayat yang
berkaitan dengannya, serta menganalisa melalui ilmu-ilmu bantu yang relevan
dengan masalah-masalah yang dibahas, sehingga dapat melahirkan konsep-konsep
yang utuh dari Alquran tetang berbagai masalah. Metode yang relative baru dan
dianggap aktual dalam penafsiran Alquran berangkat dari suatu kesatuan yang
logis dan saling berkaitan antara satu sama lainnya. Jadi tidak ada satupun
kontradiksi ayat-ayat Alquran, hal ini semakin jelas sebagaimana yang
ditegaskan pula didalam Alquran itu sendiri. Asumsi dasar ini berkaitan dengan
prinsip yang amat masyhur dikalangan mufassir yaitu Alquranيفسر بعضه بعضا yaitu
bahwa sebagian ayat Alqura diTafsirkan dengan ayat yang lain.
Analisis Kelebihan dan Kelemahan
Tafsir maudhu’i yaitu:
1. Kelebihan
metode tafsir maudhu’i yaitu menjawab tantangan zaman, praktis dan
sistematis, dinamis, dan membuat
pemahaman menjadi utuh.
2. Kekurangan
metode tafsir maudhu’i yaitu Memenggal ayat al-Qur’an dan Membatasi
pemahaman ayat.
DAFTAR PUSTAKA
Baidan Nushruddin, Metodologi Penafsiran al-Qur’an.
Jakarta: Pustaka Pelajar. 1988.
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2007.
Al-Farabi, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara
Penerapannya, Rajawali Pers. Jakarta. 1996.
[1] Rohimin, Metodologi
Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007,
hlm. 14
[4] Al-Farabi dan Abdul Hayy, Metode Tafsir
Maudhu’I dan Cara Penerapannya, Rajawali Pers, 1996, hlm. 92-93.
[5] Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan
Aplikasi Model Penafsiran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hlm. 20-21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar