BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur'an adalah
kalam Allah SWT yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia. Sebagai kalam
Allah SWT yang notabene berbeda dengan kalam manusia, tentu hanya Dialah
satu-satunya yang paling mengerti maksudnya. Sebagai petunjuk hidup, tentu
manusia harus berupaya memahaminya dengan pemahaman yang mendekati pemiliknya.
Pada konteks seperti inilah, tafsir atas ayat-ayat Al-Qur'an
diperlukan agar bisa berbicara dalam konteks masa dan ruang yang berbeda,
Al-Qur’an mesti dipahami dan ditafsirkan oleh para pembacanya. Al-Qur’an adalah
bersifat tetap apabila dilihat dari bunyi teks dan proses pewahyuannya.
Al-Qur’an telah berhenti sebab pewahyuan berakhir dengan berakhirnya masa
kenabian baginda Rasululullah Muhammad saw.
Di sisi lain, ragam
problema dan masalah-masalah yang timbul dalam lingkungan umat Islam selalu
berkembang seiring dinamika zaman yang serba progres. Oleh sebab itu, untuk
mendialogkan antara Al-Qur’an dan perkembangan zaman yang dinamis dan progres,
muncul disiplin ilmu dengan apa yang disebut sebagai tafsir. Para ulama
melakukan berbagai upaya untuk menjadikan Al-Qur’an agar bisa berbicara dan
berdialog pada setiap zaman yang berbeda, melalui aktivitas penjelasan
makna-makna Al-Qur’an secara maknawi-substantif sehingga upaya tersebut lantas
dikenal secara luas sebagai tafsir. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa
pengertian tafsir adalah upaya untuk melakukan dialog antara Al Quran dan ragam
problematika zaman yang dinamis dengan memahami makna terdalam atau pesan
tersirat yang terkandung di dalam Al Quran. Sementara itu, dalam peta keilmuan
Islam, ilmu tafsir adalah ilmu yang tergolong belum matang,
sehingga selalu terbuka untuk dikembangkan. Setiap periode memiliki
perkembangan yang berbeda sampai sekarang pun.
Dalam perspektif
'ulum Al-Qur'an, setidaknya ditemukan dua terminology penafsiran yang sering
digunakan yaitu tafsir bil ma'tsur dan tafsir bir ra'yi. Tafsir bil ma'tsur
diartikan sebagai tafsir yang dilakukan dengan jalan riwayat, yakni tafsir
Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, hadits, pendapat sahabat, atau tabi'in. Sedangkan
tafsir bir ra'yi didefinisikan sebagai upaya menyingkap isi kandungan Al-Qur'an
dengan ijtihad yang dilakukan dengan mengapresiasi eksistensi akal.
Meskip sama-sama
mengungkapkan makna Al-Qur’an, masing-masing menggunakan cara dan pendekatan
yang berbeda. Sehingga tidak mengherankan kalau metode yang digunakan para
ulama dalam penafsiran Al-Qur’an mengalami perkembangan yang dinamis dan berbeda
antara metode satu dengan metode lain dari zaman ke zaman. Metode-metode
tersebut berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran, peradaban manusia
dan perkembangan masalah-masalah yang berkembang di masyarakat. Selain itu,
perkembangan terjadi karena kebutuhan manusia dengan metode baru sebagai
konsekuensi logis terhadap perkembangan zaman yang tidak bisa dihindai.
Oleh karenanya perlu
kiranya dikaji secara utuh dan mendalam terhadap kedua tafsir tersebut, namum
pada kesempatan ini penulis mencoba untuk memahami objek kajian dalam
perfektitf pemahaman tafsir bil ma’tsur, sehingga pada akhirnya
pemahaman-pemahaman terhadap tafsir bil ma'tsur bisa dipahami secar menyeluruh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan metode tafsir bil ma’tsur?
2. Apa ciri-ciri dari metode tafsir bil ma’tsur?
3. Apa saja contoh-contoh penafsiran dengan metode bil ma’tsur?
4. Bagaimana kekuatan dan kelemahan metode tafsir bil ma’tsur?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penyusunan makalah ini pada umumnya adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ilmu Tafsir, dan khususnya adalah untuk :
1. Untuk memahami pengertian metode tafsir bil ma’tsur.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri metode tafsir bil ma’tsur.
3. Untuk mengetahui contoh-contoh penafsiran dengan metode bil ma’tsur.
4. Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan metode tafsir bil ma’tsur.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Metode Tafsir
Bil Ma’tsur
Dinamai dengan bil
ma’tsur (dari kata “atsar” yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan)
karena dalam melakukan penafsiran, seorang mufasir menelusuri jejak atau
peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya, hingga kepada Nabi SAW.
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir berdasar pada
kutipan-kutipan yang shahih, yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an;
Al-Qur’an dengan sunnah, karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah;
dengan perkataan sahabat, karena merekalah yang dianggap paling mengetahui
Kitabullah; dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in, karena mereka pada umumnya
menerimanya dari sahabat.Tafsir bil ma’tsur ini merupakan salah satu jenis
penafsiran yang muncul pertama kali dalam sejarah khazanah intelektual Islam.
Praktik penafsirannya adalah ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an Al-Karim
ditafsirkan dengan ayat-ayat lain, atau dengan riwayat dari Nabi Saw., para
sahabat dan juga dari tabi’in. Tentang yang terakhir ini terdapat perbedaan
pendapat. Sebagian ulama menggolongkan qaultabi’in ini sebagai bagian dari
riwayat, sedangkan yang lainnya mengkategorikannya kepada al-ra’y saja.
b. Ciri-Ciri Metode Tafsir bil Ma’tsur
1. Memuat banyak cerita Israiliyat. Hal ini disebabkan banyak
ahli kitab yang masuk Islam, padahal mereka masih terikat oleh pemikiran lama
yang tidak menyangkut soal hukum syariat.
2. Terdapat kebiasaan menerima riwayat dari orang-orang tertentu
atau yang hanya meriwayatkan tafsir dari orang yang disenangi, seperti Mujahid
yang hanya meriwayatkan tafsir dari Ibn Abbas, demikian pula dengan ahli tafsir
lainnya yang mengkhususkan gurunya tertentu.
3. Menafsirkan Al-Qur’an dengan hadits-hadits yang diriwayatkan
dari Rasulullah SAW untuk menjelaskan sebagian kesulitan yang ditemui para
sahabat.
4. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat para sahabat
berdasarkan ijtihad mereka.
5. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat tabi’in untuk
menjelaskan kesamaran yang ditemui oleh kaum muslimin tentang sebagian makna
Al-Qur’an.
c. Contoh-contoh Penafsiran dengan Metode bil ma’tsur
1. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.
Sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur’an itu, sebagian ayatnya merupakan
penjelas terhadap sebagian ayat yang lain hanya Allah saja yang Maha Mengetahui
apa yang dikehendaki dengan firmanNya. Di antara contoh-contohnya sebagai
berikut:
فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ
التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima
tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS
Al-Baqarah [2]: 37).
Kata “‘Kalimaatun” (beberapa kalimat) tersebut dijelaskan oleh ayat yang
lain di surat yang lain, yaitu:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا
وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Adam dan Hawa berkata : Rabbana wahai Tuhan kami, kami telah berbuat
aniaya terhadap diri kami. Dan kalau Engkau tidak mengampuni kami dan tidak
memberikan kasih sayang kepada kami, pasti kami akan menjadi orang-orang
merugi”. (Al-A’raf [7]:23)
Demikian juga QS Al-Maidah (5): 1:
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ
لَكُمْ بَهيمَةُ الْأَنْعامِ إِلاَّ ما يُتْلى عَلَيْكُمْ غَيْرَ
مُحِلِّي الصَّيْدِ وَ أَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ ما يُريدُ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukummenurutyangdikehendaki-Nya.”
Penggalan ayat Illa Maa Yutlaa ‘alaikum dijelaskan oleh Allah dalam firman QS. Al-Maidah (5): 3):
Penggalan ayat Illa Maa Yutlaa ‘alaikum dijelaskan oleh Allah dalam firman QS. Al-Maidah (5): 3):
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَ الدَّمُ وَ لَحْمُ الْخِنْزيرِ وَ ما
أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
dan yang disembelih atas nama selain Allah…”
Demkian juga FirmanNya:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّين
“Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang
telah Engkau karuniai nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan
bukan jalan orang-orang yang sesat” (QS Al-Fatihah [1]: 6-7).
Kalimat “orang-orang yang Engkau karuniai nikmat” pada ayat di atas,
dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ
أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ
وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
“Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya maka mereka adalah
bersama orang-orang yang mendapatkan nikmt dart Allah, yaitu para Nabi,
orang-orang yang selalu membenarkan apa-apa yang benar, orang-orang mati syahid
dan orang-orang saleh. Mereka itulah sebaik-baik teman/sahabat” (QS An-Nisa: 69).
Demikian juga FirmanNya:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
“sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kamilah Yang Memberi peringatan” (QS Ad-Dukhan[44]:3)
Kata “malam yang diberkahi” dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada kemuliaan (Qadar)”
(QS Al-Qadr [97]: 1)
2. Tafsir ayat Al-Qur’an dengan as-Sunah.
Dalam hal ini as-Sunah menjelaskan Al-Qur’an jika dalam Al-Qur’an itu
sendiri tidak terdapat penjelasan karena kedudukan/fungsi as-Sunah sebagai
penjelas terhadap Alquran.[12] Hal tersebut sesuai dengan firmanNya:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ
إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
”Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”,
(QS An-Nahl (16): 44).
Di antara contoh as-Sunah menjelaskan Alquran adalah:
1) Firman
Allah dalam QS. Al-An’am (6): 82:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ
الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan dan mereka
orang-orang yang mendapat Petunjuk.”
Kata “al-zulm” dalam ayat tersebut, dijelaskan oleh Rasul Allah saw dengan
pengertian “al-syirk” (kemusyrikan).
2) Firman
Allah dalam QS. Al-Baqarah (2): 238:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ
قَانِتِينَ
“Peliharalah segala shalat dan shalat wustha” (QS Al-Baqarah [2]:238).
”Shalat wustha” dijelaskan oleh Nabi dengan ”shalat Asar”.
3) Firman Allah:
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
وَلَا الضَّالِّينَ
“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat.” (QS Al-Fatihah:7). Kata “al-Magdlubi `alaihim dan al-Dhaalliin”
ditafsirkan oleh Nabi dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani.
4) Firman
Allah QS. Al-Anfaal [8]:60:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
”Dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan-kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi.” Kata ”Maastatha’tum” ditafsirkan oleh Nabi SAW dengan ”alramyu yaitu
anak panah.
5) Firman
Allah dalam QS. Ghafir (40): 60:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”.
Rasulullah menafsirkan kata ”ibadah” dalam ayat tersebut dengan ”al-du’aa”.
6). Tafsir Al-Qur’an dengan riwayat sahabat.
Apabila tidak ditemukan penafsiran dalam Alquran maupun as-Sunnah, maka
hendaklah kita kembali kepada keterangan sahabat terkemuka yang saheh, karena
merekalah yang pernah bersama Nabi, bergaul dengan beliau dan menghayati
petunjuk-petunjuknya.
Para sahabat yang terkenal sebagai mufassir ada 10 orang, yaitu empat
Khulafa al-Rasyidin ditambah dengan Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab,
Zaid bin Sabit, Abu Musa al-`Asy’ari dan Abdullah bin Zubair. Namun demikian
Khulafa al-Rasyidin hanya sedikit yang mewartakan asar (penjelasan sahabat)
kecuali Ali bin Abu Thalib. Dan pada saat ketiga khalifah pertama masih hidup, ketika
itu masih banyak sahabat yang ahli dalam kitabullah.
Di antara contoh mengenai penafsiran sahabat terhadap Alquran ialah
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu AN Halim dengan Sanad yang saheh dari
Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menerangkan QS. Al-Nisaa’(4) : 2:
وَآتُوا الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا
الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَىٰ
أَمْوَالِكُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka,
jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta
mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan)
itu, adalah dosa yang besar.”
Kata ” HUB ” ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan dosa besar. Juga penjelasan Ibnu Abbas mengenai firman Allah QS. Al-Fatihah:7:
Kata ” HUB ” ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan dosa besar. Juga penjelasan Ibnu Abbas mengenai firman Allah QS. Al-Fatihah:7:
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ
وَلَا الضَّالِّين
“Yaitu ketaatanmu, ibadatmu di antara para malaikat, para Nabi, para
siddiqiin, syuhada dan orang-orang saleh.
7). Tafsir Al-Qur’an dengan penjelasan tabi’in.
Sebagai bahan rujukan dalam dalam penulisan Alquran, penjelasan tabi’in
tetap diperhitungkan untuk dapat menafsirkan Alquran. Sekalipun mereka bukan
generasi sahabat yang langsung mendapat penafsiran dari Nabi, tetapi mereka
memperoleh penjelasan dari para sahabat. Sebagai contoh penafsiran Mujahid bin
Jabbar tentang ayat: Shiraat al-Mustaqim yaitu kebenaran. Mujahid sering
menemui Ibnu Abbas dalam memperoleh keterangan.
d. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Bil
Ma’tsur
Tafisr bil ma'tsur
ini lebih banyak memakai riwayat ketimbang tafsir bir ra'yi. Selain itu tafsir
bil ma'tsur ini diterima dan diriwayatkan dari Nabi, sahabat, dan tabi'in dari
mulut ke mulut dengan menyebutkan para perawinya mulai Nabi SAW terus kepada
perawi terakhir.
Menurut Quraisy Sihab bahwa keistimewaan tafsir bil ma'tsur adalah
1. Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Qur'an
2. Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan
pesan-pesannya
3. Mengikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat, sehingga
membatasinya terjerumus dalam subjektivitas berlebihan.
Penafsiran Al-Qur'an
dengan sebagiannya dan penafsiran Al-Qur'an dengan hadis sahih yang sampai
kepada rasulullah SAW, maka tidak diragukan lagi bisa diterima dan tidak ada
perbedaan, Ia Merupakan Tingkatan Tafsir Yang Tertinggi. Mula-mula tafsir bil
ma'tsur ditulis lengkap dengan sanadnya, tapi kemudian bagian sanad dihilangkan
sehingga tak diketahui lagi perbedaan tafsir yang berasal dari Nabi dan
sahabat dengan tafsir isra'iliyyat, yang dipalsukan dan sebagainya. Menurut
adz-Dzahabi israiliyat diartikan sebagi cerita atau berita yang diriwayatkan
dari sumber israil (Yahudi). Masuknya israiliyat ke dalam penafsiran Al-Qur’an
sudah dimulai sejak masa sahabat, yaitu sesaat setelah Rasulullah wafat.
Ini didasarkan atas fakta sejarah bahwa tokoh-tokoh mufassir Al-Qur’an pada
masa itu ada yang bertanya dan menerima keterangan-keterangan dari tokoh-tokoh
ahli kitab yang telah masuh Islam, untuk menafsirkan ayat-ayat tertentu dalam
Al-Qur’an. Ibnu Abbas, yang terkenal sebagai tokoh mufasir terkemuka pada masa
itu, banyak juga Mempergunakan Sumber Ini Dalam Karya Tafsirnya
Adapun contoh dari tafsir
israiliyat ini seperti membahas perkara-perkara yang sebenarnya tidak begitu
perlu dan berguna untuk mengetahuinya dalam rangka penafsiran Al-Qur’an, seperi
tentang warna anjing (ashabul kahfi) dan namanya, ukuran perahu nabi Nuh dan
jenis kayunya, nama anak kecil yang dibunuh nabi Khidir dan lain-lain. Mengenai
penafsiran Al-Qur'an dengan pendapat-pendapat yang disandarkan kepada para
sahabat dan tabi'in, mengandung banyak kelemahan karena beberapa sebab:
1. Banyak riwayat yang disisipkan oleh musuh-musuh Islam, seperti yang
disisipkan oleh orang-orang zindiq (seseorang yang tidak berpegang teguh
terhadap agama), baik dari bangsa Yahudi maupun bangsa Persi.
2. Usaha-usaha yang dilakukan oleh penganut-penganut mazhab yang
terlalu jauh menyimpang dari kebenaran, seperti yang dilakukan oleh kaum Syiah
yang telah menyandarkan kepada Ali ra.
3. Bercampur baurnya riwayat-riwayat yang shahih dengan
tidak shahih dan banyaknya ucapan-ucapan yang dibangsakan kepada sahabat, atau
tabi'in tanpa menyebut sanad dan tanpa menyaring, sehingga bercampurlah yang
hak dengan yang batil.
4. Riwayat-riwayat israiliyat yang mengandung dongengan-dongengan yang
tidak dapat dibenarkan.
Disisi lain kelemahan dari tafsir bil ma'tsur adalah :
a) Terjerumusnya sang mufasir dalam uraian kebahasaan dan kesusastraan yang
bertele-tele sehingga pesan pokok Al-Qur'an menjadi kabur.
b) Seringkali konteks turunnya ayat (uraian asbab al-nuzul atau sisi
kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasikh/mansukh)
hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga ayat-ayat tersebut
bagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada di tengah-tengah masyarakat
tanpa budaya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir
berdasar pada kutipan-kutipan yang shahih, yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan sunnah, Al-Qur’an dengan perkataan sahabat, dan Al-Qur’an
dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in. Tafsir bil ma’tsur ini merupakan
salah satu jenis penafsiran yang muncul pertama kali dalam sejarah khazanah
intelektual Islam.
Demikian Makalah
Tafsir bil Ma'tsur yang dapat kami sajikan di mana tentu masih banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penyusunannya. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun, kami harapkan dalam rangka penyempurnaan dan perbaikan pada
makalah selanjutnya. Semoga Makalah Tafsir bil Ma'tsur dapat memberikan
manfaat yang nyata kepada kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Atang.dkk. 2010.Metodologi Studi Islam.Bandung :Remaja
Rosdakarya
Abdul Halim,Muhammad.2012.Menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an.Bandung:Marja
Adz-Dhahabi,Muhammas Husein, 1976.Tafsir wal Mufassirun.Mesir: Dar
al-Kutub wa Al- Hadits.Jilid I
Ali Ash-Shabuni,Muhammad.1998.Studi Ilmu Al-Quran.Bandung:Pustaka
Setia
Al-Qaththan, Manna’.1973.Mabahits fi Ulum Al-Qur’an.Mansyurat
Al-Ash Al-Hadits
,
Studi Ilmu-Ilmu AL-Qur’an.terjemah Mudzakkir AS.1996. Bogor:Pustaka Litera
Antar Nusa
Ath-Thabari. Kitab Tafsir Jami’ul Bayan fi Takwil Al-Qur’an.
Al-Zarqani,Muhammad.Manahil Irfan fi Ulum Al-Qur’an.
Ash-Shiddieqiy,Hasbi.2002.Ilmu Al-Qur’an Tafsir.Semarang:Pustaka
Riski Putra
Baiden,Nashruddin.2005.Wawasan Baru Ilmu Tafsir.Yogyakarata:Pustaka
Pelajar
Ghazali, Muqsith.dkk.2009.Metodologi Studi Al-Qur’an.Jakarta:Gramedia
Pustaka
Ibnu Katsir. Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim.
Shihab,Quraish.1992.Membumikan Al-Qur’an.Bandung:Mizan
,
2000.Tafsir Al-Misbah.Ciputat:Lentera Hati
Suyuthi. Kitab Tafsir Ad-Dur Manstur fi Tafsir bil Ma’tsur
Zaini,Muhammad.2005.Ulumul Qur’an:Studi Pengantar.Banda Aceh:Yayasan
PeNA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar