BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al
Quranul Karim adalah kitab alloh yang diturunkan kepada nabi muhammad saw yang mengandung
hal-hal keimanan, ilmu pengetahuan, kisah kisah, filsafat, peraruran peraturan
yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk
individu atau sebagai makhluk sosial, sehingga berbahagia hidup di dunia dan
akhirat.
Al Quranul Karim dalam menerangkan hal
tersebut di atas, ada yang dikemukakan secara terperinci dan adapula secara
garis besarnya saja. Yang diterangkan secara umum dan garis-garisnya ini, ada
yang diperinci dan dijelakan hadist hadist nabi muhammad SAW,dan ada yang
diserahkan pada kaum muslim sendiri yang disebut ijtihad.
Kalau pada zaman rasul saw, para sahabat menanyakan
persoalan persoalan yang tidak jelas kepada rasul saw maka setelah wafatnya mereka
harus melakukan ijtihahad.Pada kontek seperti inilah tafsir atas ayat-ayat Al Quran
diperlukan. Dalam pespektif Ulum Al Quran setidaknya ditemukan beberapa
terminologi penafsiran yang sering digunakan dengan tafsir bil ma’tsur,bil
ra’yi dan tafsir bil izdiji.Tafsir bil ma’tsur diartikan sebagain tafsir yang
dilakukan dengan jalan riwayat.Tafsir bil ra’yi sebagai menyingkap isi
kandungan alquran dengan ijtihaj dan tafsir izdiwazi perpaduan antara tafsir
bil ma’tsur dan bil ra’yi.Oleh karena itu perlu kiranya kita kaji secara utuh
dan mendalam tafsir tersebut sehingga pemahan tafsir tidak dangkal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan tafsir Bil Izdiwaji ?
2.
Apa contoh dari tafsir Bil Izdiwaji
?
3.
Apa kekurangan dan kelebihan tafsir
Bil Izdiwaji ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui yang dimaksud dengan
tafsir Bil Izdiwaji
2.
Mengetahui contoh dari tafsir Bil
Izdiwaji
3.
Mengetahui kekurangan dan kelebihan
tafsir Bil Izdiwaji
D.
Metode
Makalah ini
tersusun atas tiga bab yaitu :
1.
BAB I,pendahuluan yang terdiri dari
:
a.
Latar Belakang
b.
Rumusan Masalah
c.
Tujuan
d.
Metode
2.
BAB II yang terdiri dari pembahasan
3.
BAB III yang terdiri dari kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tafsir Bil Izdiwaji
Secara etimologi
tafsir bisa berarti penjelasan,pengungkapan dan menjabarkan kata yang
samar.Adaun secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap kalamullah
ataumenjelaskan lafad-afad Al Quran dan pemahamannya.Secara umum,ilmu tafsir
adalah ilmu yang bekerja untuk mengetahui arti dan maksud dari ayat-ayat Al
Quran.Pada waktu Nabi Muhammad SAW masih hidup beliau sendiri yang menjelaskan
maksud dari ayat Al Quran,maka hadis nabi disebut penjelas dari Al Quran.Setelah
Nabi wafat para sahabat berusaha menerangkan maksud Al Quran bersumber dari
pemahaman mereka terhadap keterangan Nabi dan dari suasana kebatinan saat
itu.Pada masa dimana generasi sahabat tidak ada yang hidup,maka pemahaman Al
Quran dilakukan oleh para ulama dengan interpretasi. Pengertian tafsir bil
izdiwaji (campuran),disebut juga dengan metode campuran antara tafsir bil
matsur dan tafsir bil ra’yi yaitu menafsirkan Al Quran yang didasarkan atas
perpaduan antara sumber tafsir riwayat yang kuat dan shahih,dengan sumber hasil
ijtihad akal pikiran yang sehat.[1]
1.
Tafsir Bil
Matsur
Adapun yang dimaksud dengan tafsir bil mtasur
itu sendiri adalah tafsir yang bersumber dari keterangan-keterangan dan
perincian-perincian yang ada dalam sebagian ayat-ayat Al Quran sendiri dan apa
yang dinukilkan (dikutip) dari hadis-hadis Rasulullah SAW dan dari ucapan para
shahabat r.a sedangkan penafsirannya yang berdasarkan penukilan dari para
tabi,in masih terdapat perselisihan mengenainya.Berdasarkan hal ini,maka tafsir
bil matsur dapat dibedakan menjadi lima bagian,yaitu:
a.
Menafsirkan Al Quran dengan Al Quran,sebagaimana
diketahui bahwa sebagian ayat Al Quran adalah tafsiran bagi sebagian ayat yang
lainnya dan tahap penafsiran ini tidak boleh diabaikan.
b.
Menafsirkan Al Quran dengan
hadis,hal ini sesuai dengan fungsi hadis sendiri terhadap Al Quran diantaranya:
1)
Fungsi hadis sebagai bayan mujmal
(penjelasan hala-hala yang bersifat global) terhadap Al Quran.
2)
Fungsi hadis sebagai bayan taudhih
(menjelaskan hal-hal yang musykil).
3)
Fungsi Al Quran sebagai takhshish
(mengkhususkan ayat-ayat Al Quran yang bersifat umum)
c.
Menafsirkan Al Quran dengan riwayat
shahabat,apabila kita tidak menemukan tafsiran dalam Al Quran maupun sunnah
serta hadits-hadits yang telah ditetapkan dari Rasulullah SAW, maka hendaknya
kita kembali kepada keterangan-ketarangan yang shahih dan yang telah ditetapkan
dari para shahabat yang terkemuka,karena merekalah yang pernah bersama
Rasulullah SAW,bergaul bersama beliau dan menghayati petunjuk-petunjuk
beliau.Diantara mufassir dikalangan shahabat adalah :
1) Abi bin Abi Thalib
2) Abdullah bin Mas’ud
3) Ubay bin Ka’ab
4) Zaid bin Tsabit
5) ‘Abdullah bin ‘Abbas
d.
Menafsirkan Al Quran dengan pendapat
tabi’in.Adapun ucapan para tabi’in dalam tafsir terdapat perbedaan-perbedaan
pendapat yang tajam.Sebagian ulama memandang sebagian ucapan tabi’in sebagai
tafsir bil matsur,sebagian lagi menganggapnya sebagai takwil,tafsir bir Ra’yi
dan ijtihad.Adapun para mufassir dikalangan tabi’in taerdapat tiga
tingkatan,yaitu:
1) Tingkatan Tabi’in Mekkah
2) Tingkatan Tabi’in Madinah,dan
3) Tingkatan Tabi’in Irak.
e.
Menafsirkan Al Quran dengan riwayat
Israiliyat,yaitu berita-berita yang disampaikan oleh ahli kitab yang masuk islam.Cerita
Israiliyat ini sebagian besar diriwayatkan dari empat orang,yaitu:
1) Abdullah bin Salam
2) Ka’bul Ahbar
3)
Wahb bin Munabbih
4)
Abdul Malik bin Abdul Aziz bi Juraij[2]
2.
Tafsir bir-Ra’yi
Tafsir bir-ra’yi ialah tafsir yang didalam
menjelaskan maknanya mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan
menyimpulkan yang didasarkan pada ra’yu semata.Adapula yang menulis tafsirnya
dengan ungkapan yang indah dan menyusupkan madzhabnya kedalam untaian kalimat.[3]Sumber
lain mengatakan bahwa tafsir bir-ra’yu adalah penjelasan mengenai Al Quran
dengan jalan ijtihad setelah mufassit terlebih dahulu memahami bahasa arab dan
gaya-gaya unngkapannya,memahami lafaz-lafaz arab dan segi-segi dilalah
(pembuktian,pendalilannya) dan mufassir juga menggunakan syair-syair arab
jahiliyyah sebagai pendukung disamping memperhatikan juga
ashbabun-nuzul,nasikh-mansukh dan lain-lain. Para ulama berselisih pendapat
mengenai kedudukan tafsir ini.Sebagian diantaranya melarang ada pula yang
memperbolehkan.Tafsir bir Ra'yi dianggap tercelaa bila menafsirkan qur'an
menurut selera penafsir sendiri, disamping tidak mengetahui kaidah bahasa dan
hukum, atau membawa firman Allah kepada mazhabnya yang menyimpang atau rusak,
atau kepada bid'ah dhalalah, atau mendalami firman Allah SWT dengan
ilmunya tapi tidak mengetahui kaidah bahasa Arab, maka tafsir model ini ditolak
dan termasuk tafsir al-madzmum (tercela).[4]
Adapun sumber-sumber penafsiran bir ra'yi sebagai berikut:
a. Al-Qur'an
b. Mengutip dari R-asulullah SAW dan menjaga serta menghindari ahis dha'if dan
maudhu'
c. Mengambil penafsiran sahabat yang shahih
d. Mendasarkan kepada bahasa Arab, karena al-Qur'an diturunkan dengan bahasa
Arab
e. Tafsir yang dihasilkan harus sesuai dengan makna dzahir kalam dan sesuai
dengan kekuatan hukumnya.
B. Contoh Tafsir Bil Izdiwaji
Q.S al Baqarah ayat 2
لِّلْمُتَّقِيْنَ هُدًى فِيْه رَيْبَ لَا الْكِتٰبُ لِكَ ذٰ
(الْكِتٰبُ لِكَ ذٰ)" Kitab
itu " yakni kitab suci yang agung ini dalam arti hakiki yang mengandung
hal-hal yang tidak di kandung oleh kitab-kitab terdahulu maupun sekarang berupa
ilmu yang agung dan kebenaran yang nyata.( فِيْهِ رَيْبَ لَا) "Tidak
ada keraguan padanya" dan tidak ada kebimbangan padanya dalam bentuk
apapun.Meniadakan keraguan dari kitab ini mengharuskan apa yang bertentangan
dengan nya,dimana hal yang yang bertentangan dengan hal itu adalah
keyakinan,maka kitab ini mengandung ilmu keyakinan yang menghapus segala bentuk
keraguan dan kebimbangan.Ini merupakan suatu kaidah yang menunjukan bahwa
peniadaan disini maksudnya adalah pujian yang harus melingkupi hal yang
bertentangan dengan nya yaitu kesempurnaan, karena peniadaan adalah suatu yang
tidak ada, sedangkan yang tiada secara murni itu tidak ada pujian padanya.Dan
karena kitab suci ini mengandung keyakinan sedangkan hidayah itu tidak lah akan
dapat diperoleh kecuali dengan keyakinan.[5]
Ibnu abbas ra berkata ,
" kitab (Al-Quran) ini". Demikianlah bahwa isim isyarah (dzalika)“itu” dalam ayat tersebut bermakna(hadza)"ini". Pendapat
senada dikemukakan pula oleh mujahid , ikrimah dan sa'id bin jubair.Orang orang
arab biasa menggunakan dua isim isyarah tersebut dalam beberapa ucapan,sehingga
kadang kadang yang satu menempati tempat yang lainya, hal yang demikian sudah
ma'ruf dikenal dalam perkataan mereka.Kemudian alkitab yang di maksud dalam
ayat adalah Al Quran.Barang siapa mengatakan , "bahwa maksud dari alkitab
dalam ayat mengarah pada taurat dan injil," sebagaimana disebutkan oleh
ibnu jarir dan lainya, maka itu adalah pemaknaan yang teramat jauh dan
menyimpang,ia telah memaksakan diri untuk mengatakan sesuatu yang tidak ada
ilmu nya tentang itu. Selanjutnya lafatdz " رَيْبَ " artinya keraguan.Sehingga lafadz فِيْهِ رَيْبَ لَا الْكِتٰبُ لِكَ ذٰ bermakna: Sesungguhnya
alkitab ini yakni Al Quran tidak ada keraguan di dalamnya. Sebagian ulama mengatakan , " ini adalah khobar
(berita) yang bermakna larangan, artinya : " janganlah kalian merasa ragu
terhadapnya."[6]
(لِّلْمُتَّقِيْنَ هُدًى) " Petunjuk
( hidayah ) bagi mereka yang bertakqwa." Hidayah itu adalah sesuatu yang memberikan hidayah
dari kesesatan dan kesamaran,dan (sebaliknya) membimbing untuk menempuh jalan
yang berguna.Allah swt berfirman disini,( هُدًى )
"petunjuk" dan tidak merinci bentuk petunjuknya,Allah tidak
berfirman, "petunjuk untuk kemaslahatan ini atau untuk untuk kepentingan
begini" karna yang dimaksud adalah keumuman ( mencakup semua maslahat dan
kebaikan ), dan bahwasanya ia adalah petunjuk untuk seluruh kemaslahatan kedua
negri,ia adalah pembimbing bagi hamba dalam masalah masalah ushul (pokok) dan
masalah masalah furu' (cabang), pemberi penjelasan bagi mereka tata cara
menempuh jalan yang berguna bagi mereka di dunia dan akhirat mereka. [7]
(لِّلْمُتَّقِيْنَ هُدًى) "
petunjuk bagi mareka yang bertaqwa," karena sesungguhnya nya dalam hal itu
sendiri telah bermakna petunjuk bagi seluruh manusia ,sedangkan orang2 yang
celaka tidak memperhatikan hal itu dan mereka tidak menerima petunjuk Alloh SWT,
maka dengan petunjuk ini ,hujjah telah di tegakan atas mereka ,dan mereka tidak mengambil manfaat denganya, di
karenakan mereka adalah orang orang yang celaka.Orang-orang yang bertaqwa ialah
orang yang melakukan sebab yang tersebar demi memperoleh petunjuk yaitu
ketakwaan,yang mana hakikatnya adalah menjalankan perkara yang dapat melindungi
dari kemurkaan alloh swt dan adzab Nya dengan cara mengerjakan perintah
perintah nya dan menjauhi larangannya, lalu mereka mengambil petunjuk dengan
itu dan mengambil manfaat dari nya dengan sebenar benar nya.[8]
Di antara ahli qiro'ah
ada yang mewaqofkan (berhenti) bacaan nya pada lafadz رَيْبَ لَا kemudian
memulai bacaannya kembali dengan lafadz لِّلْمُتَّقِيْنَ هُدًى فِيْهِ .Namun berhenti pada
lafadz فِيْهِ رَيْبَ لَا lebih utama untuk ayat
yang telah kami sebutkan itu, ini sekaligus menempatkan lafadz هُدًى sebagai
sifat dari alquran. Yang demikian itu lebih sesuai maknanya dari pada
mengatakan هُدًى فِيْهِ. Sedangkan
lafadz
هُدًى jika dilihat dari sisi bahasa maka
memungkinkan nya berharkat marfu' sebagai na'at (sifat) ,dan mansub sebagil hal
(menerangkan keadaan).[9]
Kemudian hidayah ini
dikhususkan untuk orang orang yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT yang
artinya : “Katakanlah alquran itu adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang
orang beriman.Dan orang orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada
sumbatan ,dan alquran itu merupakan kegelapan bagi mereka. Mereka itu (seperti)
orang orang yang di panggil dari tempat yang jauh.”(Qs.Fussilat:44).Dan ayat-ayat
lainya yang menunjukan kekhususan kaum mukminin dalam hal yang mengandung manfaat
Al Quran : Karena Al Quran itu sendiri sebagai petunjuk, hanya saja yang bisa
menggapainya adalah orang orang yang berbakti ( berbuat kebajikan) saja.Ibnu
abbas ra berkata, " bagi mereka yang bertaqwa yaitu : Orang orang yang berhati-hati
terhadap hukum Allah karena meninggalkan sesuatu yang mereka ketahui dari
petunjuk dan rahmat Allah dengan selalu membenarkan apa apa yang datang
dengannya.”[10]
C. Kekurangan dan Kelebihan tafsir bil Izdiwaji
Kekurangan dan
Kelebihan tafsir bil Izdiwaji tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan
tafsir bil matsur dan bir ra’yi karena tafsir bil izdiwaji ini merupakan
campuran dari keduanya.
1. Kelebihan
a. Tafisr bil ma'tsur
Lebih
banyak memakai riwayat ketimbang tasfir bir ra'yi. Selain itu tafsir bil
ma'tsur ini diterima dan diriwayatkan dari Nabi, sahabat, dan tabi'in dari
mulut ke mulut dengan menyebutkan para perawinya mulai Nabi SAW terus kepada
perawi terakhir.
b. Tafsir bir Ra’yi
1) Sesungguhnnya Allah SWT telah memerintahkan kepada kita agar hendaknya suka
merenungkan Al-Qur'an yang artinya: (inilah) kitab yang kami turunkan kepada
engkau lagi diberkati, supaya mereka memperhatikan ayat-ayat dan supaya
mendapat peringatan orang-orang yang berakal" (QS.Shad:29).
2) Allah memerintahkan kepada orang-orang yang hendak menggali hukum agar
kembali kepada ulama'. sebagaimana telah dijelaskan dalam firman-Nya yang artinya:
kalau mereka serahkan hal itu kepada rasul atau pada orang yang mempunyai
urusan di anatar mereka, noscaya orang-orang yang meneliti di antara mereka
mengetahui akan hal ini (QS.An-Nisa:83).
3) Kalau tafsir dengan ijtihad tidak diperbolehkan, tentunya ijtihad pun tidak
diperbolehkan, dan tentu saja banyak hukum yang tidak tergali, sungguh ini
tidak benar.
4) Sesungguhnya para sahabat telah membaca al-Qur'an dan berbeda beda dalam
menafsirkannya. Juga telah maklum bahwa tidak semua yang mereka katakana
tentang al-Qur'an tiu mmereka dengar dari nabi SAW, karena Nabi SAW tidak
menerangkan segala sesuatu kepada mereka, melainkan beliau terangkan kepada
mereka hanyalah bersifat dharuri (pokok). Beliau menginggalkan yang sebagain,
yang sekira dapat dicapai oleh pengetahuan, akal, dan ijtihad.[11]
Jadi,secara unum
kelebihan tafsir bil izdiwaji adalah :
a.
Bukan hanya menjelaskan Al Quran
dari sisi wahyu saja namun dari pandangan hadits dan riwayat sahabat juga.
b.
Memberikan wawasan yang luas tentang
pembahasan Al Quran.
c.
Mudah untuk mencari dalam pembahasan-pembahasan
tertentu.
2. Kekurangan
a. Tafsir bil ma’tsur
1) Terjerumusnya sang mufasir dalam uraian kebahasaan dan kesusteraan yang
bertele-tele sehingga pesan pokok al-Qur'an menjadi kabur dicelah uraian itu.
2) Seringkali konteks turunnya ayat (uraian asbab al-nuzul atau sisi
kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasikh/mansukh)
hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga ayat-ayat tersebut
bagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada di tengah-tengah masyarakat
tanpa budaya.
b. Tafsir bir ra’yi
1) Sesungguhnya tafsir bir-ra'yi adalah mengatakan sesuatu tentang kalamullah
tanpa berdasarkan suatu ilmu, ini jelas dilarang. Sebagaimna yang disinggung
dalam firman Allah SWT, yang artinya : ….. dan (supaya kamu) mengadakan
perkataan Allah tentang sesuatu yang
tidak kamu ketahui.
2) Adanya ancaman sebagaimana tersebut dalam hadis bagi orang yang menafsirkan
AL-Qur'an dengan pendapatnya, yaitu sabda nabi SAW, yang artinya : takutlah
engkau mengadakan perkataan terhadapku, kecualai apa yang engkau tahu.
barangsiapa berdusta atas aku dengan sengaja, maka ambil saja tempat duduknya
di neraka. Dan barangsiapa berkata tentang al-Qur'an dengan pendapatnya, maka
ambillah saja tempat duduknya di neraka (HR at-Turmudzi).
3) Allah SWT berfirman yang artinya :Dan Kami turunkan kepada engkau
peringatan (al-Qur'an), supaya engkau terangkan kepada manusia apa yang
diturunkan kepada mereka, mudah-mudahan mereka memikirkannya
(QS.an-Nahl;44).Pada ayat itu Allah menyandarkan keterangan kepada rasulullah
SAW, karena itu dapatlah diketahui bahwa tidak ada bagi selain beliau yang
mampu memberikan keterangan terhadap makna-makna al-Qur'an
4) Para sahabat dan tabi'in tidak mau
berkata sesuatu tentang al-Qur'an dengan pendapat mereka. Telah diriwayatkan
dari Ash-Shidiq,Artinya: di langit mana aku bernaung dan di bumi mana aku
berpijak? bila aku berkata sesuatu tentang al-Qur'an dengan pendapatku, atau
berkata tentang al-Qur'an dengan sesuatu yang tidak kuketahui?[12]
Jadi,secara umum
kekurangan tafsir bil izdiwaji adalah :
a.
Tidak membahas secara mendalam
b.
Tidak Komperehensip
c.
Terkadang terdapat ayat-ayat yang di
tafsirkan lebih condong ke tafsiran bil matsur atau bir ra’yi
BAB III
KESIMPULAN
Tafsir bil izdiwaji
(campuran),disebut juga dengan metode campuran antara tafsir bil matsur dan
tafsir bil ra’yi yaitu menafsirkan Al Quran yang didasarkan atas perpaduan
antara sumber tafsir riwayat yang kuat dan shahih,dengan sumber hasil ijtihad
akal pikiran yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Faudah M Basuni.1987.Tafsir-tafsir Al Quran.Bandung:Penerbit
Pustaka
Al Qattan
Khalil Manna.2014.Studi Ilmu-ilmu Qur’an.Jakarta:Litera Antar Nusa
Syeikh Abdurrohman bin Nashr Assa'di.Tafsir al
karimurohman tafsir kalamil manan karangan jilid pertama.Darul Haq
Umdatut tafsir 'anil
haafidz ibnu katsir.Darussunnah
[2] Manna Khalil
al Qattan.Studi Ilmu-ilmu Qur’an(Jakarta:Litera Antar Nusa, 2014.Hal.493)
[3] Manna Khalil
al Qattan.Studi Ilmu-ilmu Qur’an(Jakarta:Litera Antar Nusa, 2014.Hal.488)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar